ARTI SARANA PERSEMBAHYANGAN DALAM AGAMA HINDU
A. Sarana Persembahyangan
Sarana persembahyangan merupakan keperluan
dalam pelaksanaan
persembahyangan. Sarana persembahyangan berasal dari isi
alam semesta. Sarana
persembahyangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Sarana persembahyangan tak terwujud
Sarana persembahyangan tak terwujud
misalnya; keyakinan atau kepercayaan (Sradha) dan mantra atau pujya. Sarana ini
hanya dapat kita rasakan dan didengarkan melalui ucapan.
b.
Sarana persembahyangan berwujud
Sarana persembahyangan berwujud
misalnya; canang sari, kwangen, bunga, api atau
dupa, air(tirtha)
dan bija(wija).
Makna dari sarana persembahyangan berwujud:
1)
Canang Sari
Canang adalah
pada dasarnya sebagai wujud dari perwakilan kita untuk menghadap kepada-Nya. Bila diartikan lebih mendalam makna banten canang adalah:
1.
Sebagai simbul perjuangan manusia yang selalu mohon petunjuk dan bantuan dari
Ida Sang Hyang Widhi.
2.
Menumbuhkan pikiran yang jernih serta tulus, karena pikiran merupakan sumber
segalanya tercermin berupa perbuatan dan perkataan.
Canang sari
adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap sesajen/persembahan.
Canang sari sebagai lambang angga sarira serta hidup dan kehidupan, yaitu:
a.
Ceper
Ceper adalah
sebagai lambang angga-sarira (badan), empat sisi dari pada ceper sebagai
lambing dari Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra, Panca Buddhindriya, Panca
Karmendriya. Keempat itulah yang membentuk terjadinya Angga-sarira (badan
wadag) ini.
b.
Beras
Beras sebagai
lambang benih dalam setiap insan/kehidupan diawali oleh benih yang bersumber
dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berwujud Ātma.
c.
Porosan
Sebuah Porosan
terbuat dari daun sirih, kapur/pamor, dan jambe atau gambir sebagai lambing
Tri-Pramana, Bayu, Sabda, dan Idep (perbuatan, perkataan, pikiran).
d.
Tebu
dan pisang
Tebu atapun
pisang memiliki makna sebagai lambang Amrtha.
e.
Sampian
Uras
Sampian uras melambangkan
roda kehidupan dengan Astaa iswaryanya/delapan karakteristik yang menyertai
setiap kehidupan umat manusia.
f.
Bunga
Bunga adalah
sebagai lambang kedamaian dan ketulusan hati.
g.
Kembang
Rampai
Kembang rampai
memiliki dua arti, yaitu: kembang berarti bunga dan rampai berarti macam-macam,
sesuai dengan arah pengider-ideran kembang rampai di taruh di tengah sebagai
simbol warna brumbun, karena terdiri dari bermacam-macam bunga.
h.
Lepa
Lepa atau boreh
miyik adalah sebagai lambang sikap dan prilaku yang baik.
i.
Minyak
wangi
Minyak
wangi/miyik-miyikan sebagai lambang ketenangan jiwa atau pengendalian diri
1) Kwangen
Kalau dikaitkan dengan huruf suci, kwangen merupakan sejenis
upakara simbol “Omkāra”. Adapun unsur kangen tersebut antara lain:
a.
Kojong kewangen
Lekukan kojong kewangen melambangkan “Arda
Candra”, badan kojong melambangkan “Suku Tunggal”.
b.
Pelawa
Pelawa tersebut melambangkan
ketengan dan kejernihan pikiran.
c.
Porosan silih asih
Porosan silih asih simbol dari
kedekatan umat dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
d.
Sampian kewangen
Sampian kewangen sebagai simbol
“Nada”.
e.
Pis bolong
Uang kepeng simbol dari “Windu” (O),
yaitu penyatuan Siwa Budha.
2) Bunga
Bunga mempunyai dua fungsi penting yaitu:
a.
Sebagai simbul Tuhan (Siwa).
Bunga sebagai simbul Tuhan diletakkan di ujung cakupan
tangan pada saat menyembah dan sesudahnya bunga tersebut diletakkan di atas kepala
atau disumpangkan di telinga.
b.
Sebagai sarana persembahan.
Bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga dipakai mengisi
sesajen. Bunga perlambang ketulus ikhlasan dan kesucian hati untuk menghadap
pada sang pencipta.
3)
Dupa
Api/Dupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga
berbau harum dan menyala sebagai lambang Agni dan berfungsi sebagai:
a.
Api Berfungsi Sebagai Saksi Saat Umat Hindu melaksanaka Upacara Agama.
- Api Sebagai Pendeta Pemimpin Upacara.
- Api Berfunsi Sebagai Perantara Pemuja Dengan Yang Dipuja.
- Api Berfungsi Sebagai Pembasmi Segala Kekotoran Dan Pengusir Roh Jahat.
4) Air (Tirtha)
Menurut jenisnya air yang dipakai dalam persembahyangan air dibedakan
atas dua macam yaitu:
1.
Air untuk pembersihan secara pisik.
2.
Air suci (tirtha).
Cara memperoleh tirtha adalah sebagai
berikut :
a.
Tirtha Yang Dibuat Oleh Sulinggih.
b.
Tirta Yang Didapat Dengan Cara Memohon Kepada Tuhan Yang
Maha Esa beserta Segala Manifestasinya.
Jenis-jens tirtha yang digunakan dalam
upacara Panca Yadnya adalah sebagai berikut :
a)
Tirtha Pembersihan, Untuk Membersihkan Umat Yang Akan
Melaksanakan Upakara Dan Menyucikan Berbagai Macam Upakara.
b)
Tirtha Pengelukatan, Untuk Membersihkan Dan Menyucikan
Para Umat Dan Upakara Yang Akan Dipersembahkan, Agar Kotoran Dan Segala Letehnya
Menjadi Suci.
c)
Tirtha Wangsuhpada, Amertha Dai Tuhan Dan Para Dewata,
Yang Dapat Dimihin Oleh Umat.
d)
Tirtha Pemanah, Dimohon Dari Mata Air Yang Biasanya
Digunakan Dalam Upacara Pitra Padnya.
e)
Tirtha Penembak, Dibuat Oleh Para Sulinggih, Pendeta Atau
Sang Dwijati Untuk Upacara Pitra Yadnya.
f)
Tirtha Pengentas, Dibuat Oleh Para Sulinggih Dalam Rangka
Upacara Kematian Pitra Yadnya.
5) Bija atau Wija dan Bhasma
Bija adalah
biji beras yang direndam dalam biji cendan, yang merupakan simbol atau lambang
dari kehidupan sebagai benih dari Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan bhasma
(gandhaksa) adalah lambang peleburan dosa atau kekotoran yang terdapat dalam
tubuh manusia. Bija dianggap sebagai simbol benih yang
suci anugrah dari Tuhan dalam wujud Ardhanaresvari. Pemakaian pada saat selesai
sembahyang akan diletakkan diantar kedua kening. Tempat ini dianggap sebagai
tempat mata ketiga (cudamani). Penempatan bija di sini diharapkan menumbuhkan
dan memberi sinar-sinar kebijaksanaan kepada orang yang bersangkutan. Yang diletakkan
di pangkal tenggorokan sebagai simbol penyucian dengan harapan agar mendapatkan
kebahagiaan. Kemudian ditelan sebagai simbol untuk menemukan kesucian rohani
dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan hidup.
B.
Hari Raya Memuja TUHAN
Di dalam kerangka dasar agama Hindu
hari raya keagamaan atau Rerahinan itu adalah merupakan bagian dari upacara
atau Ritual.
A. Hari raya berdasarkan Pertemuan Triwara dengan Panca wara
Kliwon datang 5 hari sekali = beryoganya Sang Hyang siwa
Kajeng
Kliwon = 15 hari sekali = Memuja Hyang siwa, segehan pada hyang Durgha dewi. Di
bawah pada Sang Hyang Buchari, Sang Kala Buchari, Sang Durgha Bucari
C.
Hari raya berdasarkan atas
perhitungan sasih (pranata masa):
1. Hari Raya Nyepi
Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru
Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78
Masehi. Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha
Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Pada hari ini umat Hindu melaksanakan
"Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada
berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya
(tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati
lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga
melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
2. Hari Raya Siwa Ratri.
Siwarâtri
berarti malam renungan suci atau malam peleburan dosa. Hari Siwarâtri jatuh
pada Purwanining Tilem ke VII (Kapitu), ada hari ini kita
melakukan puasa dan yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh
pengampunan dari Hyang Widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidya
(kegelapan).
Ada 3 jenis Brata pada hari raya Siwarâtri terdiri dari:
1)
Utama, melaksanakan:
a.
Monabrata (berdiam diri dan tidak berbicara).
b.
Upawasa (tidak makan dan tidak minum).
c.
Jagra (berjaga, tidak tidur).
2) Madhya, melaksanakan:
a.
Upawasa.
b.
Jagra.
3) Nista, hanya melaksanakan Jagra.
C. Tempat
Memuja TUHAN
1. Gunung
Sampai saat ini umat Hindu masih memiliki pandangan dan
keyakinan bahwa gunung adalah tempat atau linggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta istha-dewata dan Roh
suci leluhur.
2. Lingga
Lingga adalah lambang Siwa. Lingga dan gunung menurut
keyakinan umat Hindu, keduanya digunakan sebagai lambang alam semesta, tempat
bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
3. Candi
Dilihat dari bentuknya, candi melambangkan alam semesta
dengan ketiga bagiannnya, atap candi melambangkan alam atas (Swah Loka) badan
candi melambangkan alam tengah atau alam antara (Bwah Loka), dan kaki candi
melambangkan alam bawah (Bhur Loka). Candi
merupakan salah satu karya manusia yang menurut pandangan umat Hindu adalah
simbol alam semesta
4. Meru
Meru merupakan simbol atau lambang andha bhuwana (alam semesta), tingkatan atapnya melambangkan
lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan mikrokosmos).Berdasarkan
penjelasan dari Lontar Andha Bhuwana, dapat kita jabarkan bahwa Meru adalah
lambang alam semesta sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa
beserta manefestasinya. Meru adalah lambang gunung Maha Meru, gunung merupakan
lambang alam semesta sebagai lingih atau sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa
beserta manefestasinya secara objektif.
5.
Padmasana
Padmasana berasal dari kata Padma dan Asana. Padma berarti bunga teratai dan asana berarti tempat duduk.
Padmasana adalah tempat duduk dari bunga teratai. Dalam pandangan umat Hindu,
padmasana diartikan sebagai simbolis alam semesta sebagai sthananya Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang dibangun dalam bentuk bangunan yang menjulang tinggi. Padmasana itu adalah lambang dari
gunung Maha Meru yang juga sebagai
simbol alam semesta tempat bersthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
6.
Pura
Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Berdasarkan fungsinya, Pura sebagai tempat suci umat Hindu
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a) Pura Jagat (umum) adalah pura yang
berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
segala macam prabhawanNya.
b) Pura Kawitan (khusus) adalah pura
yang berungsi sebagai tempat suci untuk memuja Atma Sidha Dewata (roh suci
leluhur.)
Berdasarkan karakterisasi dan fungsi dari masing – masing
pura, maka keberadaan pura tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
antara lain sebagai berikut :
a. Pura Umum
(Pura Kahyangan Jagat)
Pura ini memiliki ciri umum sebagai tempat pemujaan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya. Pura ini
merupakan tempat pemujaan umum bagi seluruh umat Hindu, yang disebut Pura Kahyangan Jagat. Adapun yang
termasuk Pura Kahyangan Jagat
adalah : Pura Sad Kahyangan, Pura Dang Kahyangan, dan pelinggih – pelinggih
Penyawagan.
b. Pura
Territorial
Pura ini memiliki ciri – ciri kesatuan wilayah sebagai
tempat pemuja suatu desa pakraman/adat. Pura territorial ini juga disebut Pura Kahyangan Desa. Ciri khas suatu
desa pakraman/adat adalah memiliki tiga pura yang disebut Pura Kahyangan Tiga. Pura Kahyangan
Tiga adalah tempat suci umat Hindu yang difungsikan untuk melaksanakan pemujaan
ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya atau manifestasinya
sebagai Tri Wisesa atau Tri Murti. Jenis Pura yang tergolong
Kahyangan Tiga itu adalah sebagai berikut :
c. Pura Desa
atau Pura Bale Agung
Pura Desa atau Pura Bale Agung merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma.
d. Pura Puseh
Pura Puseh merupakan tempat suci umat Hindu
untuk memuja Ida Sang Hyang widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu.
e. Pura Dalem
Pura Dalem merupakan tempat suci umat Hindu
untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Dewa Siwa. Pura Prajapati merupakan
tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Sang Hyang Prajapati.
f. Pura
Swagina (Pura Fungsional)
Pura Swagina adalah tempat suci umat Hindu untuk melakukan
pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasiNya.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar