HAKIKAT MANUSIA HINDU
BAB
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada
hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan
manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat
bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya, dapat dikatakan
bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama
melalui proses pendidikan. Pemerintah dengan berlandaskan undang-undang
memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai
dengan perguruan tinggi yang wajib diikuti. Musuh besar manusia menurut agama
Hindu yang disebut Sad Ripu yang berada di dalam diri setiap manusia dimana
sifat – sifat tersebut akan mempengaruhi watak dan perilaku manusia. Tri Guna
adalah tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia. Sad Atatayi berarti enam
macam pembunuhan yang amat sangat kejam/keji yang patut di hindari dan tidak
boleh dilakukan terhadap siapa pun. Sapta Timira adalah tujuh kegelapan. Sedangkan,
Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai
moksa. Panca Yadnya artinya lima korban suci yang di haturkan secara tulus
iklas. Dengan menjalankan ajaran Catur Asrama dan Panca Yadnya kita dapat
mengendalikan Sad Ripu, Tri Guna, Sad Atatayi dan Sapta Timira sehingga kita bisa
mencapai moksa. Jadi dengan terkendalinya Tri Guna, Sad Ripu, Sad Atatayi dan
Sapta Timira serta menjalankan ajaran Catur Asrama dan Panca Yadnya maka
hakikat manusia khususnya harkat dan martabat yang baik dapat mencapai tujuan
agama Hindu yaitu moksa.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Pengertian
dan bagian-bagian Tri Guna?
2.
Pengertian
dan bagian-bagian Sad Ripu?
3.
Pengertian
dan bagian-bagian Sad Atatayi?
4.
Pengertian
dan bagian-bagian Sapta Timira?
5.
Pengertian
dan bagian-bagian Catur Asrama?
6.
Pengertian
dan bagian-bagian Panca Yadnya khususnya Manusa Yadnya?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk pengambilan nilai tugas serta mengetahui pengertian
dan bagian-bagian dari Tri Guna, Sad Ripu,Sad Atatayi, Sapta Timira, Catur
Asrama serta Panca Yadnya khususnya Manusa Yadnya. Serta manfaat serta dampak
dari masing-masing bagian tersebut.
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian
dan Bagian-bagian Tri Guna
Tri Guna terdiri dari dua kata yakni“Tri” yang artinya tiga
dan “Guna” yang artinya sifat. Jadi, Tri Guna artinya tiga sifat yang
mempengaruhi kehidupan manusia. Antara sifat yang satu dengan yang lainnya
saling mempengaruhi dan membentuk watak seseorang. Apalagi diantara ketiga
sifat-sifat tersebut terjalin dengan harmonis, maka seseorang akan dapat
mengendalikan pikirannya dengan baik. Akan tetapi, hubungan antara ketiga sifat
itu akan terus bergerak bagaikan roda kereta yang sedang berputar silih
berganti, saling ingin menguasai sifat yang lain, selama manusia hidup.
1. Sifat Sattwa atau Sattwam
Sifat sattwa atau sattwam yakni sifat tenang, suci,
bijaksana, cerdas, terang, tentram, waspada, disiplin, ringan dan sifat-sifat
baik lainnya. Orang yang dikuasai oleh sifat sattwam biasanya berwatak tenang,
waspada, dan berhati yang damai serta welas asih. Kalau mengambil keputusan
akan ditimbang terlebih dahulu secara matang, kemudian barulah dilaksanakannya.
Segala pikiran, perkataan, dan perilakunya mencerminkan kebijaksanaan dan
kebajikan. Seperti tindakan Sang Yudistira dan Sang Krishna dalam cerita
Mahabharata, dan tindakan Sang Rama dan Wibhisana dalam cerita Ramayana.
2. Sifat Rajah atau Rajas
Sifat rajah atau rajas yakni sifat lincah, gesit, goncang,
tergesa-gesa bimbang, dinamis, irihati, congkak, kasar, bengis, panas hati,
cepat tersinggung, angkuh dan bernafsu. Orang yang dikuasai oleh sifat rajah
biasanya selalu gelisah, keinginannya bergerak cepat, mudah marah dan keras
hati. Orangnya suka pamer, senang terhadap yang memujinya dan benci terhadap
yang merendahkannya. Yang baik pada sifat rajah itu adalah sifat giat bekerja
dan disiplin.
3. Sifat Tamah atau Tamas
Sifat tamah atau tamas yakni sifat paling tidak sadar,
bodoh, gelap, sifat pengantuk, gugup, malas, kumal dan kadang-kadang suka
berbohong. Orang yang dikuasai sifat tamah biasanya berpikir, berkata, dan
berbuat sangat lamban. Kadang-kadang enggan, malas, suka tidur, rakus, dan
dungu.
2.2 Pengertian dan bagian-bagian
Sapta Timira
Kata Sapta Timira Berasal dari bahasa
Sansekerta dari kata “Sapta” yang berarti tujuh dan kata “Timira” yang
berarti gelap, suram, awidya. Jadi Sapta Timira berarti “tujuh kegelapan”.
Yang dimaksud tujuh kegelapan adalah tujuh unsur atau sifat yang
menyebabkan pikiran orang menjadi gelap/mabuk.
Bagian-bagian Sapta Timira sebagai berikut:
1.
Surupa
Surupa artinya kecantikan atau
ketampanan. Kecantikan atau ketampanan dibawa semenjak kita lahir dan merupakan
anugrah Hyang Widhi Wasa. Bagi yang mendapat anugrah wajah cantik dan tampan
harus bersyukur atas anugrah tersebut. Namun, tidak semestinya takabur, apalagi
dimanfaat untuk kepentingan Adharma.
ü Dampak
Positif
Kecantikan semestinya diimbangi dengan
budi pekerti yang baik. Seseorang bisa
dikatakan cantik luar dalam apabila mampu mengimbangi kecantikan wajahnya dengan moral yang
baik.
ü Dampak Negatif.
Diatas sudah di jelaskan, bagi yang
mendapat anugrah wajah cantik dan tampan harus bersyukur atas anugrah tersebut.
Namun, tidak semestinya takabur, apalagi dimanfaat untuk kepentingan Adharma.
2.
Dhana
Dhana berarti memiliki kekayaan. Kekayaan
sungguh banyak gunanya. Untuk itu, semua orang berhak memperoleh kekayaan,
menyiapkan ketrampilan, disiplin, dan rajin sembahyang merupakan salah satu
untuk memperolehnya.
ü Dampak Positif
Jika
membicarakan dampak positif dari Dhana, yaitu jika seseorang
di anugrahi kekayaan oleh Tuhan, alangkah baiknya jika sebagian dari hartanya
di sumbangkan kepada fakir miskin. Meskipun jumlahnya sedikit, tetapi maknanya
sangat besar bagi penerimanya.
ü Dampak Negatif.
Kekayaan memang sangat berarti bagi
semua orang, tetapi dalam memperolehnya, jangan memakai cara yang melawan
Dharma (Adharma). Seperti Gayus, yang menghalalkan segala cara untuk mendapat
kekayaan.
3.
Guna
Guna artinya kepandaian. Kepandaian
bagaikan pisau bermata dua, jika berada pada yang baik mental dan moralnya akan
menjadi suatu yang amat berguna, dan jika berada pada orang yang bermoral
kurang baik maka hancurlah dunia dan segala isinya.
ü Dampak Positif.
Seorang penemu yang penemuannya sudah
diakui, dan sangat bermanfaat bagi dunia. Ini adalah suatu bentuk dimana Guna
atau kepandaian disertai dengan moral yang baik.
ü Dampak Negatif.
Bom atom yang
di jatuhkan di Hiroshima dan Nagashaki adalah salah satu contoh dampak negatif
Guna. Ini merupakan dampak jika Kepandian(Guna) disertai dengan budi pekerti
yang kurang. Sama seperti yang sudah di jelaskan diatas bahwa Guna atau
kepandaian jika berada pada orang yang bermoral kurang baik maka hancurlah
dunia dan segala isinya.
4.
Kulina
Kulina berarti
keturunan. Keturunan di dalam beberapa masyarakat dunia memegang peranan
penting, karena dari keturunan ia akan dikenal siapa sebenarnya dia itu. Orang
dari keturunan keluarga terhormat, seperti putra raja, artis, orang-orang
berjasa, berbudi baik dll. Karena banyak cucunya, sampai anak cucunya menerima
pengahargaan itu.
ü Dampak Positif.
Dampak positif dari Kulina atau
keturunan adalah dari keturunan ia akan dikenal siapa sebenarnya dia itu.
Seperti presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Ia sangat terkenal dan sangat
dihormati di seluruh dunia. Karena Obama memiliki banyak saudara, mungkin
Saudaranya itu juga mendapatkan gelar kehormatan (sebagai saudara Obama)
ü Dampak Negatif.
Mabuk karena
keturunan adalah langkah yang menyesatkan diri sendiri karena akan tertanam
sifat yang sombong, angkuh, dan merendahkan orang lain.
5.
Yohana
Yohana artinya
masa remaja/muda. Masa ini penuh gejolak, kreativitas, kekuatan, kecerdasan,
dan keindahan yang sangat hebat.
ü Dampak Positif.
Masa remaja(Yohana) adalah masa dimana
seseorang sangat rentan terhadap pengaruh buruk dari luar. Alangkah baiknya
masa remaja ini diisi dengan kegiatan yang positifseperti ngayah dibanjar dll
ü
Dampak Negatif.
Masa remaja adalah masa terindah, untuk itu jangan mabuk
ketika memasuki masa ini. Yang dianggap mabuk pada masa ini antara lain kebut-kebutan, merokok, bermalas-malasan, berkelahi dll.
Akibatnya yaitu menjadi pemuda yang tak berguna dan hanya menjadi beban orang
tua.
6.
Sura
Sura artinya
minuman keras. Dalam upacara Hindu, minuman keras diperuntukan bagi Bhuta Kala,
seperti tuak dan brem. Selain minuman tersebut beredar juga minuman keras lain,
seperti bir, whiskey, brendy dll. Yang berakibat buruk bagi kesehatan tubuh.
ü Dampak Positif.
Dalam agama
Hindu, minuman keras banyak digunakan untuk upacara agama seperti, Tuak, Arak,
Brem dll. Yang peruntukan untuk Bhuta Kala.
ü Dampak
Negatif.
Minuman keras
atau alkohol sangat bertentangan dengan nilai kesucian hidup. Akibat mabuk
kesehatan menjadi terganggu, mengacau masyarakat, tabrakan, pemerkosaan, bahkan
ada yang sampai membunuh karena mabuk.
7.
Kasuran
Kasuran artinya
berani. Setiap orang perlu mempunyai keberanian, tanpa keberanian hidup
cenderung menderita
ü Dampak Positif.
Ini adalah salah satu dampak positif
dari Kasuran atau keberanian. Prajurit
berperang sampai titik darah penghabisan untuk membela negaranya.
ü Dampak Negatif.
Keberanian yang melanggar Dharma adalah
mabuk keberanian, sebagai contoh adalah adanya senioritas dikampus dan sok
berkuasa.
2.3 Pengertian dan Bagian-bagian Sad Ripu
Menurut Agama Hindu musuh besar manusia adalah Sad Ripu. Sad Ripu ini
berada di dalam diri setiap manusia dimana sifat – sifat tersebut akan
mempengaruhi watak dan perilaku manusia. Itulah sebabnya watak dan perilaku
manusia berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sad Ripu tidak bisa kita
hilangkan karena begitu melekat dalam diri manusia. Satu – satunya cara adalah
dengan mengendalikannya. Untuk itu, kita harus bisa mengendalikan sifat
tersebut agar nantinya kita mendapat ketenangan di dalam diri. Jika hati kita
tenang, maka pikiran pun akan tenang untuk menghasilkan pemikiran – pemikiran
yang jernih. Dari pemikiran yang jernih kita senantiasa akan berkata dan
berbuat yang baik.
Sad
Ripu berasal dari kata sad yang
berarti enam dan ripu yang berarti musuh. Jadi Sad Ripu berarti
enam musuh yang berada dalam diri manusia. Bagian – bagian sad ripu
meliputi :
1. Kama
Kama artinya keinginan atau
hawa nafsu. Kama sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan, kama dapat
mempengaruhi pikiran. Rangsangan yang kuat akan menarik kama dan mempengaruhi
pikiran. Bila tidak memiliki kemampuan atau pengetahuan untuk mengatasinya,
maka sifat-sifat buruk lah yang akan muncul yang berakibat buruk pula terhadap
diri sendiri. Kama yang tidak terkendali ini akan muncul sebagai musuh. Namun
sebaliknya, kama akan berfungsi sebagai sahabat apabila dapat dikendalikan atau
disalurkan kepada hal-hal yang bersifat dharma/kebenaran.
2. Lobha
Lobha berasal dari kata lubh
yang berarti tamak, rakus. Rakus merupakan sifat senang yang berlebihan dan
tidak terkendali, sifat yang selalu ingin dipuaskan, sifat yang ingin
mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat seperti ini dimiliki oleh setiap orang,
apabila kemunculan sifat ini tidak dikendalikan dengan pengetahuan dharma,
tidak memiliki rasa welas asih, tatwam asi, dan satya, maka lobha seperti ini
akan menjadi musuh. Ia akan mendatangkan rasa benci, rasa cemburu, rasa dendam,
sehingga menimbulkan rasa gelisah, kurang aman, dan was-was. Biasanya lobha
akan tumbuh dengan kuat akibat kama yang selalu terpenuhi.
3. Krodha
Krodha artinya marah. Krodha
muncul diawali oleh ketidakpuasan, rasa kecewa, rasa dendam, dan rasa terhina.
Krodha sangat mempengaruhi konsentrasi, rasa kesadaran, dan merusak
keseimbangan serta kesucian bathin. Krodha yang tidak terkendali dapat memacu
denyut jantung, merusak kerja syaraf sehingga sulit berpikir tenang dan
rasional, membuat syaraf tegang. Krodha juga dapat muncul akibat minuman keras.
Krodha muncul bukan karena rangsangan dari luar, seperti kecewa, dendam dan
sebagainya. Tetapi kemunculannya akibat pengaruh yang dibuat dari dalam. Cara
untuk mengatasi Krodha adalah dengan pengetahuan, kemampuan, dan kesadaran
diri. Alihkan perasaan kecewa, dendam dan rasa tidak puas kepada rasa jengah
untuk memacu diri dalam meraih kesuksesan, tapi harus berlandaskan dengan
dharma (kebenaran).
4. Mada
Mada artinya mabuk/kemabukan,
kemabukan dapat muncul dari dalam diri sendiri. Jenis-jenis mada seperti
berikut :
Ø Merasa
diri paling rupawan (cantik/ganteng) karena mabuk akan kerupawanan wajahnya
(surupa) ia seringkali menghina atau melecehkan orang lain.
Ø
Merasa diri kaya raya karena banyak memiliki
harta benda dan uang (dhana). Ia selalu menggunakan uang dan harta sekehendak
hatinya untuk menghina, mengejek, dan menghancurkan orang lain. Karena memiliki
banyak harta, ia merasa paling mampu dan lupa bahwa semua harta hanyalah
titipan sementara.
Ø
Merasa diri paling pintar (guna), selalu
menganggap orang lain bodoh dan tidak mampu. Mereka yang merasa pintar biasanya
akan menjadi sombong.
Ø
Merasa diri punya jabatan (kulina) atau merasa
diri seorang bangsawan sehingga membuat dirinya menjadi sombong, seolah-olah
dialah yang dapat mengatur segala-segalanya. Karena kemabukan ia menjadi lupa
bahwa ia sesungguhnya berasal dari rakyat biasa, jabatan itu sifatnya sementara
dan kebangsawanan tiada arti tanpa orang lain yang menghormati kebangsawanan
seseorang.
Ø
Merasa diri muda/remaja dengan tenaga yang kuat
(yowana). Ia lupa bahwa sastra agama menyebutkan “masa kecil akan menunggu masa
remaja, dan remaja, tua lah yang dinanti. Sedangkan masa tua hanya kematian lah
yang menunggu. Maka dari itu janganlah mabuk masa remaja, manfaatkanlah
keremajaan untuk mengisi diri mempersiapkan masa tua dengan sebaik-baiknya
berdasarkan dharma.
Ø
Merasa selalu percaya diri (sura) akibat
pengaruh minuman berakohol atau minuman keras yang akan merusak syaraf, merusak
ingatan, merusak kesehatan pencernaan, ginjal, hati, dan jantung. Akibat minum
minuman keras yang paling sering terjadi adalah timbulnya kekerasan dan tindak
criminal.
Ø
Merasa diri selalu menang dan berani (kasura).
Sering kali mereka yang menang dalam seuatu peristiwa merasa sombong, mabuk
akan kemenangan dan keberanian
5.
Matsarya
Matsarya artinya iri hati. Iri
hati, cemburu, seringkali muncul akibat dari kekecewaan, ketidakpuasan,
ketidakadilan, dan kegagalan dalam menghadapi suatu peristiwa. Di satu pihak
ada yang berhasil dengan mudah, sedangkan di pihak lain mengalami kegagalan dan
hambatan. Sehingga pihak yang gagal merasa kecewa. Kegagalan yang diakibatkan
oleh ketidakadilan akan menimbulkan perasaan iri hati. Iri hati merupakan
akumulasi dari krodha, bila berkelanjutan akan menimbulkan rasa dendam, benci,
dan permusuhan. Matsarya dapat diredam dengan kesabaran dan kepasrahan, bahwa
hidup ini adalah cobaan dan takdir.
6. Moha
Moha artinya bingung.
Kebingungan tidak dapat menentukan sikap, karena kebuntuan otak dalam berpikir,
kecerdasan hilang, orang tak tahu arah, tak tahu mana yang benar dan salah, tak
tahu mana yang baik mana yang buruk, tak tahu mana yang berguna dan yang tidak
berguna, kebingungan menghambat segala-galanya. Ada beberapa sumber penyebab
timbulnya kebingungan antara lain sebagai berikut :
• Akibat kemabukan, baik itu karena keberhasilan yang berlebihan maupun akibat pengaruh minuman keras.
• Akibat kegagalan/kekecewaan yang bertubi-tubi secara silih berganti.
• Akibat kemabukan, baik itu karena keberhasilan yang berlebihan maupun akibat pengaruh minuman keras.
• Akibat kegagalan/kekecewaan yang bertubi-tubi secara silih berganti.
2.4 Pengertian dan bagian-bagian Sad
Atatayi
Sad berarti enam dan Atatayi bererti pembunuhan. Jadi Sad
Atatayi berarti enam macam pembunuhan yang amat kejam/keji yang patut di
hindari dan tidak boleh dilakukan terhadap siapa pun. Keenam pembunuhan yang dimaksud
yaitu pembunuhan secara sadis, perbuatan semacam ini termasuk Himsa Karma, karena
itu tergolong dosa memang betul-betul di larang oleh sastra agama.
Bagian
– bagian Sad Atatayi
- Aginda yaitu membakar
Dampak negatif : membakar milik
orang lain /memusnahkan milik orang lain dan juga dapat di artikan mengadu
domba orang lain sehingga timbul perselisihan yang mengakibatkan orang
menjadi menderita, ini perilaku atau perbuatan yang terlarang .
Dampak
positif : semanagat yang berapi- api untuk menjadi pintar dengan jalan belajar,
melatih diri, mencoba dan mempraktikan dengan serius merupakan dasar utama
untuk mencapai kebahagiaan.
- Wisada yaitu meracuni
Dampak
positif : meracuni/menyakiti orang lain, perbuatan meracun baik niskala maupun
sekala merupakan perbuatan dosa. Hal ini mengingkari hakikat hidup dan
kehidupan di dalam bermasyarakat. Bagi orang yang melakukan /melaksanakan
perbuatan seperti ini sudah di sediakan tempat, yaitu neraka oleh Sang
Hyang Widhi Wasa.
Dampak
positif : meracun dan membunuh sifat-sifat malas dalam diri, penting sekali
apalagi malas belajar, malas bekerja. Karena orang bijak berkata, “siapa yang
malas bekerja selagi muda, sebagai pengemis setelah tua”.
- Atharawa, yaitu melakukan/menjalankan ilmu hitam (black magic )
Dampak negatif : Menjalankan ilmu hitam atau
guna-guna hanya bersifat senang semantara semasa hidup ini dapat membuat
orang lain menjadi mendertia dan sesungghunya pula dirinya akan
mendertita pula seperti yang di deritakan orang lain.
Dampak
positif : orang yang nguasai ilmu hitam jika dilandasi dengan dharma maka
sangat berguna untuk membatu orang untuk mengobati dari penyakit non medis.
- Sastraghana, yaitu mengamuk atau merampok
Dampak negative : mengamuk/merapok sehingga
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Mengamuk yang di maksudkan adalah
bisa menghilangkan nyawa orang lain dan merampok menimbulkan penderitaan karena
kerugian yang di deritanya. Perbuatan semacam ini amat bertentangan dengan
sastra agama , untuk mencapai ketenangan maupun kedamaian, maka perbuatan
sastraghana amat di larang dan berdosa besar serta terkutuk.
Dampak
positif : dijaman sekarang ini pekerjaan sangatlah sulit untuk didapatkan namun
dengan usaha keras dalam hal ini pekerjaan apapun diterima asalkan sesuai
dengan dharma.
- Drathi Karma, yaitu memperkosa
Dampak
negatif : Perbuatan drathi karma sangat bertentangan dengan konsep
ajaran agama Hindu. Di ajaran agama Hindu memiliki konsep TAT TWAM ASI. Karena
itu, perbuatan drathi karma mengingkari kemerdekaan orang lain.
Dampak
positif : memperkosa disini berarti seseorang harus berani memperkosa waktunya
yang sedang asik menonton TV untuk mengalihkan kewaktu belajar, atau membantu
orang tua sehingga mereka merasa senang.
- Raja pisuna, yaitu memfitnah
Dampak negatif : memfitnah atau
menghasut dan mengadu domba seseorang dengan orang lain. Perbuatan memfitnah
sangatlah keji karena membuat orang lain mederita. Mungkin orang yang
memfitnah tidak tau sebab apa dirinya di perlakukan kurang baik. Memfitnah
hendaknya di buang dari alam pikiran kita.Maka di katakanya memfitnah lebih
kejam dari pembunuhan.
Dampak
positif : mungkin semua orang pernah memfitnah atau berbohong untuk keselamatan
diri dan keluarga terutama memfitnah musuh dan berbohog kepada orang sakit
untuk membantu kesembuhannya.
2.5Pengertian dan bagian-bagian Catur
Asrama
Catur
Asrama terdiri atas dua kata yakni “Catur” yang berarti empat dan “Asrama” berarti
tahapan atau jenjang. Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang
harus dijalani untuk mencapai moksa. Atau catur asrama dapat pula diartikan
sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan
hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya
ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa
lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Dalam kitab Silakrama
itu dijelaskan sebagai berikut :
“Catur
Asrama ngaranya Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, Bhiksuka, Nahan tang Catur
Asrama ngaranya”.
(Silakrama
hal 8).
Artinya
:
Yang
bernama Catur Asrama ialah Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, dan Bhiksuka.
1.
Brahmacari Asrama
Brahmacari terdiri dari dua kata yaitu “Brahma” yang berarti
ilmu pengetahuan dan “cari” yang berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut
ilmu pengetahuan.
Jadi Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kehidupan para pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang kedua. Mereka harus dibuat tabah dan sederhana dalam kebiasaan – kebiasaan mereka harus bangun pagi – pagi, mandi melakukakn Tri Sandhya & Java Gayatri serta mempelajari kitab – kitab suci. Menurut ajaran agama Hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex. Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui melalui istilah berikut :
Jadi Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kehidupan para pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang kedua. Mereka harus dibuat tabah dan sederhana dalam kebiasaan – kebiasaan mereka harus bangun pagi – pagi, mandi melakukakn Tri Sandhya & Java Gayatri serta mempelajari kitab – kitab suci. Menurut ajaran agama Hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex. Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui melalui istilah berikut :
a.
Sukla brahmacari yaitu orang yang
tidak kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu, melainkan karena mereka
sudah berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.
b.
Sewala brahmacari yaitu orang yang
menikah sekali dalam masa hidupnya
c.
Kresna brahmacari yaitu pemberian
ijin untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak memungkinkan
diberikan oleh sang istri, seperti sang istri tidak dapat menghasilkan
keturunan, sang istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya memberikan ijin.
2.
Grahasta
Asrama
Tahapan
yang kedua tentang grhasta / berumah tangga. Tahapan ini dimasuki pada saat
perkawinan. Tahapan ini merupakan hal yang sangat penting, karena menunjang
yang lainnya. Perkawinan merupakan salah satu acara suci bagi seorang Hindu.
Istri merupakan rekan dalam kehidupan (Ardhangini), ia tidak dapat melakukan
ritual agama tanpa istrinya.
Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang berlandaskan dharma dan dipergunakan dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari penghasilannya untuk amal.
Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga :
1) Melanjutkan keturunan
2) Membina rumah tangga
3) Bermasyarakat
4) Melaksanakan Panca Yadnya :
Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang berlandaskan dharma dan dipergunakan dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari penghasilannya untuk amal.
Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga :
1) Melanjutkan keturunan
2) Membina rumah tangga
3) Bermasyarakat
4) Melaksanakan Panca Yadnya :
·
Dewa Yadnya : persembahan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya
·
Rsi Yadnya :persembahan pada para
rsi, guru, maupun tokoh atau pemuka agama
·
Manusa yadnya :persembahan pada
sesama manusia
·
Pitra Yadnya : persembahan pada para
leluhur
·
Bhuta Yadnya :persembahan kepada
para bhuta.
3.
Wanaprastha
Asrama
Tahapan yang ketiga wanaprstha, tahapan ini merupakan suatu
persiapan bagi tahap akhir yaitu sannyasa. Setelah melepaskan segala kewajiban
seorang kepala rumah tangga, ia harus meninggalkanya menuju hutan atau sebuah
tempat terpencil di luar kota untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada
masalah spiritual yang lebih tinggi.
Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari. Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat memasuki tahap wanapratha ini adalah: usia yang sudah lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan dan mampu hidup mandiri, serta tidak bergantung lagi pada orang tua baik dibidang ekonomi maupun yang lainnya.
Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari. Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat memasuki tahap wanapratha ini adalah: usia yang sudah lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan dan mampu hidup mandiri, serta tidak bergantung lagi pada orang tua baik dibidang ekonomi maupun yang lainnya.
4.
Sannyasin / Bhiksuka Asrama
Tahap yang terkhir adalah sannyasin. Bila seseorang laki-
laki menjadi seorang sannyasin, ia meninggalkan semua miliknya, segala
perbedaan golongan, segala upacara ritual dan segala keterikatan pada suatu
negara, bangsa atau agama tertentu. Ia hidup sendiri dan menghabiskan waktunya dalam
meditasi. Bila ia mencapai keadaan yang indah dari meditasinya yang mendalam,
ia mengembirakan dalam dirinya sendiri. Ia sepenuhnyaa tak tertarik pada
kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak suka, keinginan,
ketakutan, nafsu, kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki visi yang
sama dan pikiran yang seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia mengembara dengan
bahagia dan menyebarkan brahma jnana atau pengetahuan sang diri. Ia sama ketika
dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam, berhasil maupun gagal. Ia sekarang
adalah Atiwarnasrami yang mengatasi warna dan asrama. Ia seorang laki – laki
yang bebas sepenuhnya. Ia tak terikat oleh sutau kebiasaan adat masyarakat.
Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.
Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.
2.6 Pengertian dan bagian-bagian Panca Yadnya
§
Dewa
Yadnya
Dewa Yadnya berarti persembahan suci ditujukan kehadapan
Tuhan Yang Maha Esa dan para Dewa serta segala manifestasinya.
§
Rsi Yadnya
Rsi Yadnya berarti persembahan suci kepada Brahmana atau
para Rsi atas jasa beliau dalam membina umat dan mengembangkan ajaran agama.
§ Pitra Yadnya
Pitra
Yadnya merupakan persembahan suci kepada Pitra atau roh leluhur dan termasuk
kepada orang tua yang masih hidup
§ Bhuta Yadnya
Bhuta
Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan pada bhuta kala.
§ Manusa Yadnya
Manusa
Yadnya adalah persembahan suci kehadapan sesama. Tujuan melaksanakan korban
suci ini adalah untuk pembersihan lahir batin. Pembersih lahir batin ini
dilakukan setiap hari, setiap saat dan berkelanjutan. Dengan demikian
diharapkan pada akhirnya agar atma dapat manunggal dengan parama atma. Berdasarkan
tujuan dan pengertian Manusa Yadnya yang telah diuraikan di atas, maka satu
putaran hidup manusia dapat dilihat berkali-kali dilaksanakan upacara Manusa
Yadnya terhadap seseorang itu. Boleh jadi pembersihan bayi sejak dalam
kandungan, sampai bayi lahir, dan menjadi dewasa, serta sampai mengakhiri
hidupnya. Weda Parikrama menjelaskan, tubuh dibersihkan dengan air, pikiran
dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa serta akal
dibersihkan dengan kebijaksanaan. Berkaitan dengan hal ini berarti kita
membersihkan diri terhadap semua hal di atas. Agama Hindu dalam prakteknya yang
berkaitan dengan pembersihan roh jasmani dan roh rohani tidak bisa terlepas
dari menggunakan banten sebagai wujud korban dan berkaitan dengan Manusa
Yadnya. Pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan sarana banten, dilaksanakan dalam masa-masa transisi. Masa sekarang ini
dipandang mempunyai nilai baik untuk dibuatkan pembersihan spiritual. Adapun waktu-waktu yang dipandang baik untuk
melaksanakan upacara itu adalah ketika:
a.
Pagedong-gedongan.
Upacara pagedong-gedongan disebut
juga upacara garbhadana. Tujuan upacara ini adalah memohon keselamatan
jiwa raga si bayi yang ada dalam kandungan. Diharapkan melalui upacara ini bayi
yang lahir dalam keadaan selamat, kemudian dapat hidup, tumbuh menjadi yang
berguna bagi masyarakat. Menurut lontar kuno Dresti upacara Garbhadana ini
baik dilaksanakan setelah kandungan berumur lima atau enam bulan kalender,
karena pada saat itulah pertumbuhan janin sudah sempurna berbentuk sosok bayi
utuh berbadan dan bisa diketahui laki atau perempuan. Selain melaksanakan
upacara seperti di atas, orang tua menjadi wajib melaksanakan brata dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya orang tua jangan berucap “Wakcapala”
artinya berkata-kata kotor. Selain itu orang tua wajib melaksanakan “Wakpurusia”
artinya tidak berkata yang dapat menyakitkan hati orang lain. Termasuk juga
selalu memelihara ikatan cinta kasih dalam membina rumah tangga. Bila brata
seperti di atas tidak dilaksanakan maka dikhawatirkan sifat buruk di atas dapat
berkibat buruk bagi bayi dalam kandungan. Agar bayi mendapat pengaruh yang
baik, sebaiknya orang tua berperilaku positif, misalnya membaca buku-buku
kerohanian, wiracerita, atau cerita-cerita yang bersifat tuntunan budi luhur.
b.
Mapag rare.
Ketika bayi baru lahir, dibuatkan
uapacara mapat rare. Tujuannya mengucapakan syukur kepada sang Hyang Dumadi,
bahwa bayi dapat lahir dengan selamat. Melalui upacara ini, diharapkan Sang
Hyang Dumadi menjiwai bayi tersebut, dapat hidup dhurgayusa dhirgayu.
Berkaitan dengan bayi baru lahir perlu diketahui cara memelihara tembumi. Tembumi
dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam kelapa yang dibelah dua, juga
dimasukkan duri-duri. Seperti duri terong, mawar dan sebagainya. Dan dilengkapi
juga dengan sirih lekesan, kelapa yang dibungkus ijuk, kain putih baru. Ditanam
di sebelah kanan pintu masuk kalau bayi laki-laki dan sebelah kiri kalau bayi
perempuan. Saat menanam ke bumi mengucapakan mantra:
“ong sang ibu pertiwi rumsga bayu,
ruange amerta sanjiwani,
angemertaning sarwa tumarah…[wong
bayi]
mangda dirgayusa nugtugan tuwuh”
artinya:
Ya Tuhan Yang Maha Esa dalam
manifestasi ibu pertiwi laksana sumber kehidupan, memberikan hidup kepada
semua makhluk, semoga panjang umur dan selamat.
|
Setelah itu tembumi serta ditindih dengan pohon pandan, lalu
dihaturkan banten segehan kepada catur warna. Lengkap dengan bawang, jahe,
garam serta canang satu pasang.
c.
Kepus puser.
Tujuannya membersihankan tempat suci
bangunan pekarangan. Puser dikeringkan dengan rempah-rempah dan disimpan di
tempat tidur si bayi, saat si bayi diasuh oleh Sang Hyang Kumara.
d.
Lepas hawon
Setelah
bayi berumur dua belas hari dibuatkan suatu upacara ngelepas hawon dengan
tujuan bayi tetap sehat selamat dan panjang umur.
e.
Kambuhan
Upacar
ini sering pula disebut upacara mecolongani. Tujuannya adalah:
1)
Melakukan pembersihan jiwa raga si
bayi, dengan cara mengupacarai nyama bajang. Banyak nyama bajang ada
108, antara lain: bajang colong, bajang bukal, bajang yeh, bajang lengis,
bajang bejulit, bajang kebo, bajang ambengan, bajang papah, bajang tukal, bajang
dodot, bajang sapi dan lain-lain. Semua jenis bajang di atas berfungsi membantu
ketika bayi dalam kandungan, sehingga menjadikan wujud yang sempurna. Maka dari
itu kekuatan bajang perlu disucikan agar si bayi mendapat kerahayuan.
2)
Membersihkan ibu bapa si bayi dengan
suatu banten pahyakala, prayascita dan banten tataban. Maksudnya setelah bayi
berumur 42 hari, diharapkan orang tua bayi dapat memasuki tempat-tempat suci.
Ketika dilaksanakan upacara inilah, baru pertama kali si bayi dimohon
penglukatan terhadap Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Siwa serta Sang
Hyang Guru di sanggah kemulan.
f.
Nyambutin
Upacara nyambutin terlaksana setelah
bayi berumur tiga bulan atau 105 hari. Tujuan upacara ini dalah:
1) Memepertegas
nama si bayi
2) Membersihkan jiwa
raga si bayi
Serangkaian upacara nyambutin bisa
disertai dengan upacara turun tanah. Tujuannya adalah memohon keselamatan
terhadap ibu pertiwi atas kehidupan anak berkaitan dengan tanah.
g.
Otonan
Setelah anak berumur 210 hari atau
enam bulan, dibuatkan upacara satu oton. Sering juga disebut weton. Kata ini
berasal dari kata ‘wetuan’, yang mana wetu berarti lahir. Kata wetu ditambah
‘an’ menjadi wetuan (weton) artinya kelahiran. Sering juga disebut wedalan. Kata
wedalan, berasal dari kata wedal yang berarti lahir. Kata ini sama artinya dengan
medal. Tujuan upacara oton ini adalah untuk memperingati hari kelahiran
seseorang atau sesuatu. Dasar untuk menentukan hari lahir ini adalah pertemuan
sapta wara dengan paca wara, dan wuku, misalnya: hari buda kliwon sinta,
kemudian lagi enam bulannya (210 hari) jumpa lagi dengan hari yang sama, maka
disebut satu oton sebagai hari lahir seseorang. Jadi, itulah yang dipakai
pedoman dalam memperingati otonan seseorang. Bagi umat Hindu, akan sangat baik
bila oton ini dirayakan berkelanjutan bahkan sampai akhir hayat.
h.
Ngampugin
Artinya adalah melaksanakan upacara
setelah anak tumbuh gigi untuk pertama kalinya. Tujuannya memohon keselamatan
kepada Bhatara Surya, Bhatara Dewi Sri agar gigi anak tumbuh dengan baik.
i.
Makupak
Upacara mekupak dilaksanakan ketika
gigi anak tanggal untuk pertama kalinya atau pada oton pertama. Pergantian gigi
susu dengan gigi dewaa adalah menandakan anak sudah berubah status dari anak
menjadi remaja. Pada masa ini Sang Hyang Kumara tidak lagi mengasuh anak itu.
Saat ini anak diasuh oleh Sang Hyang Semara dan Sang Hyang Dewi Ratih. Setelah
mekatus inilah anak sudah mempersiapkan diri untuk menuntut ilmu. Apakah pra
sekolah atau taman kanak-kanak, ataukah langsung pada sekolah dasar.
j.
Ngraja
Upacara menek daha ini sering
disebut dengan ngraja. Yang artinya meningkat dewasa. Tujuan upacara ini
adalah memohon tuntunan kepada Sang Hyang Semara dan Dewi Ratih agar
seseorang yang diupacarai dapat kekuatan dan mengatasi godaan-godaan yang
mungkin terjadi ketika menghadapi panca roba, dapat diketahui masa peralihan
dari anak menjadi dewasa merupakan masa-masa yang rawan bagi anak. Ia berada
dalam masa pubertas pertama. Mereka sudah mulai bisa menerima godaan asmara,
insan yang berlainan jenis. Bila kurang waspada anak sering salah langkah. Maka
dari itu umat Hindu, selain memberikan pendidikan sikap yang berkaitan dengan
etika juga mohon tuntunan pada Dewa, agar umatnya menjadi selamat melewati masa
panca roba tersebut, melalui upacara menek daha ini.
k.
Metatah
Bila anak sudah dewasa, Eka Dasa
Indria pada dirinya berfungsi dengan energik. Mungkin terjadi dalam masa ini
indria-indria itu lebih memberikan kesempatan Sad Ripu menggoda diri manusia. Bila
terjadi kemungkinan di atas, Sad Ripu dapat menyusupi perilaku seseorang yang
mana dapat menyebabkan rusaknya perilaku orang tersebut. Oleh karena itu
dibuatkan upacara matatah dengan tujuan untuk mengendalikan pengaruh Sad Ripu
dalam diri anak. Pelaksanaan upacara metatah ini dilengkapi dengan seperangkat
banten upacara saran simbolis gigi pada rahang atas ditatah sebanyak enam buah,
terdiri dari empat gigi seri, dan dua buah taring. Pada enam buah gigi itu,
ujung geriginya sebagi lambang pengaruh adharma ditatah, agar terbentuk ujung
gigi yang rata lambang dharma. Jadi diharapkan dharma tetap mengendalikan hidup
seseorang anak yang telah ditatah itu. Inilah dalam masyarakat dikatakan “ngedasang
daki”. Artinya membersihkan kotoran anak. Maksudnya tiada lain kekuatan Sad
Ripu agar dikendalikan oleh kekuatan dharma, sehingga perilaku anak
mencerminkan budi luhur.
l.
Mawinten
Seseorang yang baik, dibuatkan
upacara Mawinten. Lebih-lebih bagi orang yang mempelajari ilmu kerohanian.
Tujuan upacara ini adalah memohon tuntunan kehadapan Bhatara Guru, Dewi
Saraswati agar beliau menuntun kecerdasan pada umatnya dalam mempelajari ajaran
suci, yakni ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan ilmu agama Tattwa,
Yadnya dan Susila.
m.
Pawiwahan
Bila anak sudah cukup dewasa lahir
dan batin, serta tahu ketrampilan sebagai pegangan kerja, maka sudah pantas
membentuk suatu rumah tangga. Pembentukan rumah tangga baru ini diawali dengan
upacara pawiwahan. Tujuannya adalah:
1.
Mohon pesaksian kehadapan Sang Hyang
Widhi, Bhuta Kala dan manusia sebagai Tri saksi.
2.
Mohon dibersihkan secara spiritual
terhadap bibit yang terdapat pada suami dan istri.
Diharapkan atas pertemuan kedua
bibit itu membuahkan hasil, yaitu anak saputra. Tidak cukup hanya pembersihan
bibit itu saja, tentu dengan disertai sikap perilaku luhur oleh orang tua untuk
mendidik, menyediakan jaminan hidup yang berkelanjutan. Jadi, modal cukup
banyak diperlukan untuk mewujudkan anak yang saputra. Menurut lontar kuno Dresti,
bila ada anak yang lahir di luar nikah (tanpa upacara pawiwahan), anaka itu
disebut “Rare Dya Dyu”.Agama Hindu tak mengharapkan hal tersebut terjadi, yang
mana hal itu jauh dari harapan anak saputra.
BAB
III Penutup
3.1 Simpulan :
Tri
Guna berarti tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia. Sad Atatayi
berarti enam macam pembunuhan yang amat sangat kejam yang tidak boleh dilakukan
terhadap siapapun. Jadi, jika sifat Tri Guna dan sifat Sad Atatayi bisa
dikendalikan maka hakikat (harkat dan martabat) manusia yang baik bisa
tercapai. Sapta Timira berarti tujuh kegelapan yaitu kegelapan akan kecantikan
dan ketampanan, kegelapan akan kekayaan, kepandaian, kebangsawanan, keremajaan
dan masa muda, minuman keras serta keberanian. Jika sifat-sifat tersebut bisa
dikendalikan maka akan memberikan dampak positif sedangkan jika kita tidak bisa
mengendalikan sifat tersebu maka akan memberikan dampak negetif bagi kehidupan.
Sad Ripu berarti enam musuh yang ada dalam diri manusia. Sad Ripu tersebut bisa
dihilangkan dengan upacara dewa yadnya yaitu metatah atau potong gigi. Catur
Asrama berarti emapat jenjang kehidupan yang harus di jalani untuk mencapai
moksa. Jika seseorang melaksanakan ajaran Catur Asrama maka orang tersebut aka
bisa mengendalikan sifat Tri Guna, Sapta Timira, Sad Ripu dan Sad Atatayi. Maka
orang tersebut akan bisa mencapai moksa
3.2
Saran
Jika
kita ingin mendapatkan harkat dan martabat yang baik maka berusahalah untuk
selalu mengndalikan ajaran Tri Guna, Sad Ripu, Sapta Timira, Sad Atatayi, Catur
Asrama dan Panca Yadnya khususnya manusa yadnya.
Daftar
Pustaka
Arya.2012.Makalah Tentang Susila.https://aryakus.wordpress.com/2012/04/16/makalah-tentang-susila-3/.12 Oktober 2016
https://regiousofnews.blogspot.co.id/2014/03/sad-atatayi.html?m=1
Komentar
Posting Komentar